Slamet Riyadi dalam Masa Kejayaan beserta Nilainya
Dalam perjalanan sejarah bangsa, Slamet Riyadi bukan hanya dikenal sebagai pahlawan nasional dari Surakarta, tetapi juga sebagai figur yang mewariskan nilai-nilai kepemimpinan luhur. Empat di antaranya adalah kesederhanaan, kerendahan hati, kelembutan hati, serta semangat pengorbanan dan pelayanan. Pertanyaan yang muncul: apakah nilai-nilai tersebut masih relevan bagi masyarakat Indonesia saat ini? Jawabannya: sangat relevan. Bahkan, di tengah tantangan globalisasi dan krisis moral, nilai-nilai ini justru semakin indah untuk dinyalakan kembali
Kesederhanaan bukan berarti pasif atau miskin gagasan, melainkan hidup apa adanya dan tidak terjebak pada gaya hidup konsumtif. Di era modern, gaya hidup hedonis dan materialistis kerap menimbulkan kesenjangan sosial. Nilai kesederhanaan yang diwariskan Slamet Riyadi mengingatkan masyarakat untuk kembali pada orientasi hidup yang esensial, yakni mengutamakan kebutuhan bersama di atas kepentingan pribadi. Hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 yang menekankan perekonomian Indonesia disusun atas asas kekeluargaan, bukan individualisme. Dengan kata lain, kesederhanaan mampu menekan budaya berlebihan yang justru merusak tatanan sosial.
Kerendahan hati menjadikan seorang pemimpin atau warga negara tidak merasa lebih tinggi dari yang lain. Dalam masyarakat demokratis, nilai ini sangat penting untuk menjaga keterbukaan dan partisipasi. Aristoteles dalam Nicomachean Ethics menyebut kerendahan hati sebagai keutamaan yang menjauhkan manusia dari kesombongan. Relevansinya di masa kini terlihat pada praktik kepemimpinan yang melibatkan partisipasi publik. Seorang pemimpin rendah hati akan mau mendengar suara rakyat, bukan sekadar mengejar popularitas.
Kelembutan hati bukan kelemahan, melainkan kekuatan moral. Di tengah era digital yang sarat ujaran kebencian, intoleransi, dan polarisasi politik, kelembutan hati menjadi kunci untuk merawat persaudaraan. Nilai ini sejalan dengan pesan Kristus: “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Matius 5:5). Dalam perspektif sosial, sikap lemah lembut membentuk masyarakat yang lebih inklusif, penuh empati, dan menjauhkan konflik horizontal yang sering muncul karena perbedaan.
Nilai pengorbanan dan pelayanan menjadi inti perjuangan Slamet Riyadi. Ia menempatkan bangsa dan rakyat di atas kepentingan dirinya sendiri. Dalam konteks modern, pengorbanan bukan lagi soal angkat senjata, melainkan kesediaan untuk bekerja keras, jujur, dan berintegritas bagi kepentingan umum. Sikap ini tercermin dalam prinsip pelayanan publik yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang menekankan orientasi pada kebutuhan masyarakat. Tanpa semangat pelayanan, birokrasi dan kepemimpinan hanya akan terjebak pada formalitas belaka.
Mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk:
- Kesederhanaan diwujudkan dengan gaya hidup tidak konsumtif, penggunaan bijak media sosial, dan prioritas pada kepentingan bersama.
- Kerendahan hati diterapkan lewat keterbukaan menerima kritik, mau belajar dari siapa pun, dan menjunjung dialog dalam menyelesaikan masalah.
- Kelembutan hati dihidupi dengan melawan ujaran kebencian, membangun toleransi lintas agama maupun budaya, serta menumbuhkan solidaritas sosial.
- Pengorbanan dan pelayanan diaktualisasikan dengan kerja sukarela, pelayanan masyarakat tanpa pamrih, hingga pengabdian di bidang pendidikan, kesehatan, maupun lingkungan.
Dengan demikian, nilai-nilai yang diwariskan Slamet Riyadi tidak sekadar bagian dari catatan sejarah, tetapi panduan moral yang relevan untuk membangun bangsa. Seperti yang dikatakan Bung Karno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.” Menghargai di sini tidak hanya dengan mengingat nama, tetapi juga menghidupi nilai-nilainya.